Kebanggaan Melenggang Runway Indonesia Fashion Week 2025 Dunia jurnalistik dan industri mode mungkin terlihat berada pada dua spektrum berbeda, namun keduanya bertemu dalam momen istimewa di ajang Indonesia Fashion Week (IFW) 2025.
Djati Darma, jurnalis sekaligus News Anchor Liputan6 SCTV, merasakan langsung pengalaman unik itu saat tampil sebagai muse dalam peragaan busana bertajuk Nirmala karya desainer senior Poppy Dharsono, pada Minggu malam, 1 Juni 2025, di Jakarta Convention Center.
Biasanya berada di sisi liputan bersama para jurnalis lainnya untuk meliput kegiatan pekan mode, kali ini Djati mengambil peran berbeda. Ia justru berjalan di atas runway, menjadi bagian dari pertunjukan itu sendiri, melangkah percaya diri menuju ujung panggung, menyapa kamera dan sorotan lampu yang biasanya ia saksikan dari sisi lain lensa.
Kebanggaan Melenggang Runway Indonesia Fashion
Dalam keterangannya kepada Lifestyle Liputan6.com pada 3 Juni 2025, Djati menjelaskan bahwa keikutsertaannya sebagai muse dalam ajang IFW 2025 merupakan bagian dari strategi penguatan merek (branding) Liputan6 serta para pembawa beritanya.
“Ini sebenarnya bagian dari upaya kami dalam mencapai indikator kinerja utama (KPI) yang ditetapkan, yaitu memperluas jangkauan publik dan memperkenalkan sosok news anchor dalam ranah yang berbeda dari biasanya,” ujarnya.
Sebelumnya, Djati telah berpartisipasi dalam berbagai kegiatan promosi seperti kuis dan segmentasi acara ringan. Namun dunia fashion show masih merupakan medan baru baginya. “Saya berdiskusi dengan Naomi Hutabarat, Koordinator Wardrobe dan Makeup di Liputan6 SCTV, apakah memungkinkan untuk bekerja sama dengan desainer nasional. Dari situlah semua berawal,” tambahnya.
Kolaborasi dengan Poppy Dharsono
Inisiatif tersebut kemudian disambut positif oleh tim Poppy Dharsono. Komunikasi dan persiapan berjalan cukup cepat. “Proses kerja samanya berlangsung efektif. Hanya sekitar dua minggu sebelum IFW 2025, kami sudah mendapatkan kepastian dan kesepakatan untuk tampil di atas runway,” tutur Djati.
Sebagai hasilnya, terpilihlah empat pembawa berita dari Liputan6 SCTV untuk berpartisipasi dalam peragaan busana Poppy Dharsono.
Bagi Djati pribadi, ini bukan kali pertama ia menapaki panggung peragaan. Ia pernah merasakan pengalaman serupa saat mengikuti acara perpisahan sekolah di masa SMP dan dalam ajang Pemilihan Abang None Jakarta Timur beberapa tahun lalu. Namun tampil dalam ajang sebesar IFW tentu memberikan kesan yang jauh lebih mendalam.
“Saya merasa terkejut sekaligus bersyukur ketika diberitahu secara resmi bahwa saya menjadi salah satu muse. Setelah itu, kami langsung melakukan proses fitting di butik Ibu Poppy. Alhamdulillah, timnya cukup tenang dan profesional. Mereka menyatakan bahwa secara postur, kami cukup ideal untuk mengenakan busana tersebut,” ujar Djati.
Persiapan Mental dan Emosional
Menjalani peran sebagai muse tidak hanya soal mengenakan pakaian indah dan berjalan di atas panggung. Bagi Djati, hal tersebut juga menyangkut tanggung jawab dalam merepresentasikan karya seorang desainer.
“Kami sempat banyak bertanya tentang teknis peragaan, mulai dari cara berjalan hingga ekspresi yang harus ditampilkan. Dari situ, kami mendapatkan satu kutipan penting: ‘Muse tidak pernah salah.’ Itu memberikan kami keyakinan untuk tampil maksimal,” kenangnya.
Menurutnya, peran sebagai muse memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap busana yang dikenakan. “Saya mencoba memahami konsep dari busana itu sendiri—apa maknanya, bagaimana alur desainnya—kemudian menyesuaikan ekspresi dan gerakan tubuh agar menyatu dengan pesan yang ingin disampaikan,” katanya.
Djati menambahkan, sebagai seorang pembawa berita yang terbiasa menyampaikan pesan melalui kata-kata, pengalaman berjalan di atas runway tanpa berbicara justru menjadi tantangan tersendiri. “Kita diminta menyampaikan sesuatu tanpa kata, hanya dengan ekspresi dan gerakan. Itu benar-benar pengalaman yang sangat berbeda.”
Menghargai Dunia Mode dari Perspektif Baru
Setelah mengikuti langsung proses di balik panggung dan tampil di atas runway, Djati mengaku memiliki apresiasi yang jauh lebih tinggi terhadap dunia mode, khususnya terhadap para desainer, model, dan tim produksi yang terlibat.
“Sering kali kita tidak menyadari betapa kompleks dan menantangnya pekerjaan seorang model. Ada yang harus berdiri dalam waktu lama agar busana tidak lecek, dan dalam kondisi apapun di atas runway, mereka tetap harus berjalan. Bahkan jika ada insiden seperti sepatu lepas, mereka tetap tampil seolah tak terjadi apa-apa,” ungkapnya.
Ia menilai bahwa pekan mode seperti Indonesia Fashion Week merupakan ajang yang sangat layak mendapatkan apresiasi. Tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga menyampaikan identitas budaya, kreativitas, serta dedikasi dari seluruh elemen yang terlibat.
“Fashion week bukan hanya tentang estetika, tapi tentang kerja keras dan kolaborasi banyak pihak, dari desainer, tim teknis, perias, hingga muse seperti kami. Ini adalah panggung penuh semangat dan energi,” tegasnya.
Baca Juga : Inspirasi Fashion Ibu Muda Berhijab Yang Stylish Dan Simpel 2025
Pengalaman menjadi muse dalam IFW 2025 telah membuka cakrawala baru bagi Djati Darma. Ia menyadari bahwa komunikasi tidak hanya dilakukan melalui berita dan suara, melainkan juga melalui ekspresi visual, gaya, dan gerak tubuh. Dunia mode dan jurnalistik, meski berbeda bentuk, nyatanya memiliki titik temu dalam menyampaikan pesan dan membangun citra.
Dengan partisipasi ini, Djati tidak hanya menampilkan sosok dirinya yang lain, tetapi juga turut memperkuat eksistensi institusi media tempatnya bernaung dalam ranah gaya hidup dan budaya populer.